BANDARLAMPUNG - Penyelidikan kasus dugaan penyebaran berita bohong dengan terlapor Feni Ardila yang ditangani Subdit V Cyber Direktorat Rese...
BANDARLAMPUNG - Penyelidikan kasus dugaan penyebaran berita bohong dengan terlapor Feni Ardila yang ditangani Subdit V Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung berakhir anti klimaks.
Penyidik Polda Lampung melalui Kasubdit V Cyber AKBP Yusriandi Yusrin menyatakan kasus tersebut dinilai tidak memenuhi unsur tindak pidana sesuai hasil gelar perkara dan keterangan dua ahli pidana Bambang Hartono dan Eddy Rifai.
Menyikapi hal ini, Ali Sofian sebagai Ketua tim Kuasa Hukum dari pelapor mengaku kaget karena pihaknya masih mempersiapkan saksi ahli yang diminta polda Lampung.
"Jujur, saya dan tim kaget, baru beberapa hari yang lalu kami diminta penyidik menyiapkan saksi ahli. Belum sampai diajukan, tiba-tiba kasus sudah dihentikan. Herannya kami tidak pernah mendapat laporan soal perkembangan kasus dan tahu dari media, bukan resmi dari penyidik" kata Ali Sofian, ditemui usai menyambangi Polda Lampung, Jumat 29 April 2022.
Ali menjelaskan, pihaknya mendapati dugaan sejumlah kejanggalan di proses penyelidikan kasus ini yang patut dipertanyakan.
Namun, ia belum mau mengungkapnya karena akan menjadi dasar dan bahan tim melakukan upaya hukum lebih lanjut terkait perkara ini.
"Kita banyak mendapati dan menemukan kejanggalan serta indikasi-indikasi dugaan pelanggaran SOP proses penyelidikan ini. Ini jadi bahan tim untuk melakukan langkah -langkah hukum yang tepat,"ujar Ali .
Menyikapi hal ini, Ali Sofian sebagai Ketua tim Kuasa Hukum dari pelapor mengaku kaget karena pihaknya masih mempersiapkan saksi ahli yang diminta polda Lampung.
"Jujur, saya dan tim kaget, baru beberapa hari yang lalu kami diminta penyidik menyiapkan saksi ahli. Belum sampai diajukan, tiba-tiba kasus sudah dihentikan. Herannya kami tidak pernah mendapat laporan soal perkembangan kasus dan tahu dari media, bukan resmi dari penyidik" kata Ali Sofian, ditemui usai menyambangi Polda Lampung, Jumat 29 April 2022.
Ali menjelaskan, pihaknya mendapati dugaan sejumlah kejanggalan di proses penyelidikan kasus ini yang patut dipertanyakan.
Namun, ia belum mau mengungkapnya karena akan menjadi dasar dan bahan tim melakukan upaya hukum lebih lanjut terkait perkara ini.
"Kita banyak mendapati dan menemukan kejanggalan serta indikasi-indikasi dugaan pelanggaran SOP proses penyelidikan ini. Ini jadi bahan tim untuk melakukan langkah -langkah hukum yang tepat,"ujar Ali .
Saat ditanya langkah seperti apa yang akan dilakukan kuasa hukum terkait masalah ini, Ali menyatakan dari hasil rapat, kliennya tetap akan mencari keadilan guna mengungkap kebenaran kasus ini.
"Klien kami sudah memutuskan akan terus mengungkap kebenaran, sampai tingkat mabes Polri dan nasional, juga meminta supervisi atas perkara ini. Ini bukan masalah sepele atau kecilnya perkara, tapi soal kebenaran dan keadilan," pungkasnya.
Sementara Sekretaris DPP InfoSoS Arista Trisnandi sudah menduga proses penyelidikan akan akan berakhir anti klimaks, sejak ada tim penyidik yang memanggil pelapor dan salah satu anggota tim kuasa hukum, untuk bertemu non formal.
"Saya pribadi sudah pesimis saat salah satu penyidik memanggil pelapor. Dari keterangan pelapor kepada kami, bisa kami duga kuat,penyelidikan perkara ini ada indikasi tidak berjalan sesuai SOP, dan seperti diarahkan untuk dihentikan," ujar Arista.
Arista mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut karena itu wewenang penyidik. Namun pihaknya tetap berupaya mencari kebenaran atas kasus ini dengan melapor ke Mabes Polri mulai dari Bagian Biro Pengawasan Penyidikan Polri hingga Propam Polri.
"Kita masih ada upaya hukum, kebenaran pasti tidak akan pernah kalah dengan kebatilan, meskipun mereka terus tutup-tutupi. Kami sudah putuskan akan lapor ke Mabes Polri atas dugaan dan indikasi maladministrasi dan diduga tidak sesuai prosedur penangganan perkara ini, termasuk ke Propam Mabes Polri jika nantinya ada dugaan pelanggaran lainnya" ujarnya
Arista juga mempertanyakan penyidik yang mengundang saksi ahli tanpa koordinasi pelapor dan kuasa hukum pelapor. Apalagi salah satu saksi ahli bernama Eddy Rifai kata dia kepakarannya patut dipertanyakan, karena kerap tidak konsisten dalam memberikan pendapat.
"Kasus ini dihentikan, salah satunya karena sesuai keterangan ahli hukum kasus tidak memenuhi unsur tindak pidana, padahal saksi ahli Eddy Rifai yang diminta pendapatnya, keilmuannya juga kami pertanyakan. Karena dia sering tidak konsisten memberikan pendapatnya. Bagaimana bisa pendapatnya bisa jadi rujukan penyidik, kalau omongannya sering berubah-ubah," tegasnya
Diketahui Subdit V Cyber Ditkrimsus Polda Lampung menghentikan kasus dugaan penyebaraan berita bohong dengan terlapor Feni Ardila.
Feni dilaporkan oleh LSM InfoSOS ke Polda dengan Nomor laporan STTLP/B225/II/2022/SPKT/Polda, atas dugaan melakukan penyebaraan berita bohong.
Feni dituduh melanggar UU nomor 1 tahun 1946 pasal 14 ayat (2) KUHP yakni barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya sepuluh tahun.
Feni awalnya mengaku menjadi korban dugaan pelecehan di Cafe Southbank, Sabtu 5 Februari 2022 dini hari dimana saat itu masih di masa darurat PPKM Level 3 Covid 19, melibatkan wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung berinisial FS.
Dalam jumpa pers dengan awak media Peni mengaku petinggi partai di Lampung tersebut diduga merangkul paksa dirinya di cafe Southbank Gastrobar Lampung.
Sebelum peristiwa tersebut, kedua ajudan FS lebih dulu menarik paksa Feni ke meja FS.
Pasca pengakuannya, Feni malah melalui unggahan video pada Kamis 17 Februari 2022 dan menyampaikan permohonan maaf serta klarifikasi.
Dalam video tersebut Ia mengaku tidak pernah menjadi korban pelecehan oleh siapapun, termasuk oleh FS.
Sayangnya pasca Feni memberikan klarifikasi melalui video, tiba-tiba muncul video berupa rekaman suara wawancara Feni di sebuah cafe dengan wartawan.
Dalam rekaman suara tersebut Feni menceritaan kronologis dugaan pelecehan diduga dilakukan FS terhadap dirinya di South Bank Sabtu dinihari, kepada awak media.
Hingga kasus ini bergulir penyidik Polda Lampung sudah memeriksa sekitar lima lebih saksi untuk diminta keterangan.
Diantaranya Junaidi Farhan Ketua DPP InfoSOS Indonesia, kemudian Sekretaris InfoSOS Arista Trisnandi, dan beberapa awak media yakni Wanda, Riko, Juharsa, dan Wandi. (*)
"Klien kami sudah memutuskan akan terus mengungkap kebenaran, sampai tingkat mabes Polri dan nasional, juga meminta supervisi atas perkara ini. Ini bukan masalah sepele atau kecilnya perkara, tapi soal kebenaran dan keadilan," pungkasnya.
Sementara Sekretaris DPP InfoSoS Arista Trisnandi sudah menduga proses penyelidikan akan akan berakhir anti klimaks, sejak ada tim penyidik yang memanggil pelapor dan salah satu anggota tim kuasa hukum, untuk bertemu non formal.
"Saya pribadi sudah pesimis saat salah satu penyidik memanggil pelapor. Dari keterangan pelapor kepada kami, bisa kami duga kuat,penyelidikan perkara ini ada indikasi tidak berjalan sesuai SOP, dan seperti diarahkan untuk dihentikan," ujar Arista.
Arista mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut karena itu wewenang penyidik. Namun pihaknya tetap berupaya mencari kebenaran atas kasus ini dengan melapor ke Mabes Polri mulai dari Bagian Biro Pengawasan Penyidikan Polri hingga Propam Polri.
"Kita masih ada upaya hukum, kebenaran pasti tidak akan pernah kalah dengan kebatilan, meskipun mereka terus tutup-tutupi. Kami sudah putuskan akan lapor ke Mabes Polri atas dugaan dan indikasi maladministrasi dan diduga tidak sesuai prosedur penangganan perkara ini, termasuk ke Propam Mabes Polri jika nantinya ada dugaan pelanggaran lainnya" ujarnya
Arista juga mempertanyakan penyidik yang mengundang saksi ahli tanpa koordinasi pelapor dan kuasa hukum pelapor. Apalagi salah satu saksi ahli bernama Eddy Rifai kata dia kepakarannya patut dipertanyakan, karena kerap tidak konsisten dalam memberikan pendapat.
"Kasus ini dihentikan, salah satunya karena sesuai keterangan ahli hukum kasus tidak memenuhi unsur tindak pidana, padahal saksi ahli Eddy Rifai yang diminta pendapatnya, keilmuannya juga kami pertanyakan. Karena dia sering tidak konsisten memberikan pendapatnya. Bagaimana bisa pendapatnya bisa jadi rujukan penyidik, kalau omongannya sering berubah-ubah," tegasnya
Diketahui Subdit V Cyber Ditkrimsus Polda Lampung menghentikan kasus dugaan penyebaraan berita bohong dengan terlapor Feni Ardila.
Feni dilaporkan oleh LSM InfoSOS ke Polda dengan Nomor laporan STTLP/B225/II/2022/SPKT/Polda, atas dugaan melakukan penyebaraan berita bohong.
Feni dituduh melanggar UU nomor 1 tahun 1946 pasal 14 ayat (2) KUHP yakni barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya sepuluh tahun.
Feni awalnya mengaku menjadi korban dugaan pelecehan di Cafe Southbank, Sabtu 5 Februari 2022 dini hari dimana saat itu masih di masa darurat PPKM Level 3 Covid 19, melibatkan wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung berinisial FS.
Dalam jumpa pers dengan awak media Peni mengaku petinggi partai di Lampung tersebut diduga merangkul paksa dirinya di cafe Southbank Gastrobar Lampung.
Sebelum peristiwa tersebut, kedua ajudan FS lebih dulu menarik paksa Feni ke meja FS.
Pasca pengakuannya, Feni malah melalui unggahan video pada Kamis 17 Februari 2022 dan menyampaikan permohonan maaf serta klarifikasi.
Dalam video tersebut Ia mengaku tidak pernah menjadi korban pelecehan oleh siapapun, termasuk oleh FS.
Sayangnya pasca Feni memberikan klarifikasi melalui video, tiba-tiba muncul video berupa rekaman suara wawancara Feni di sebuah cafe dengan wartawan.
Dalam rekaman suara tersebut Feni menceritaan kronologis dugaan pelecehan diduga dilakukan FS terhadap dirinya di South Bank Sabtu dinihari, kepada awak media.
Hingga kasus ini bergulir penyidik Polda Lampung sudah memeriksa sekitar lima lebih saksi untuk diminta keterangan.
Diantaranya Junaidi Farhan Ketua DPP InfoSOS Indonesia, kemudian Sekretaris InfoSOS Arista Trisnandi, dan beberapa awak media yakni Wanda, Riko, Juharsa, dan Wandi. (*)
COMMENTS