Tanggamus - Pasca Penahanan empat tersangka korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di satuan pendidikan Kabupaten Tanggamus, Publik...
Tanggamus - Pasca Penahanan empat tersangka korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di satuan pendidikan Kabupaten Tanggamus, Publik bertanya-tanya tentang identitas tersangka, Jumat (12/1/2024).
Dugaan korupsi yang merugikan negara senilai Rp600 juta lebih yang telah dilimpahkan Polda Lampung ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, pada Rabu 17 Januari 2024. Timbul pertanyaan publik, apakah akan ada tersangka berikutnya.
Walaupun Kejaksaan telah merilis identitas tersangka, namun inisial mereka menjadi tanda tanya sehingga kembali dihimpun informasi terbaru siapa saja keempat tersangka yang ditahan Kejati pelimpahan dari Kejari Tanggamus ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandar Lampung.
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber dan foto-foto yang diterima media ini diantara inisial DA identik dengan Aswin Dasmi, mantan Kadis Pendidikan Tanggamus yang kini menjabat Kepala Dinas Tenaga Kerja Tanggamus.
Kemudian inisial lainnya, MU adalah seorang wiraswasta bernama Munzir dan AR adalah Ahmad Rido sebagai pemilik sistem informasi pengadaan sekolah akronim dari SIPLah atau penyedia barang.
Walaupun belum terungkap peran dari masing-masing tersangka, inisial PE disebut sebagai Pebri yang juga berperan penting dalam kerugian negara Rp606.347.357,00 pada pengadaan Meubelair yang bersumber dari Dana APBN tahun 2020, Rp7,86 miliar.
Publik juga bertanya, dari nilai yang sangat fantastis tersebut hampir 8 Milyar, itu patut diduga pengadaan alat kantor Laptop/Notebook dengan nilai harga bervariasi bahkan ada yang mencapai Rp32 juta termasuk plang papan sekolah akan tersentuh.
Seperti diutarakan salah satu tokoh di Kabupaten Tanggamus yang enggan disebutkan namanya, bahwa dirinya mengetahui adanya dugaan pengkondisian pengadaan Laptop/Notebook pada BOS Afirmasi bersamaan dengan BOS Afirmasi Meubelair.
"Ada yang saya dengar, begitu cair uang di Bank Lampung, pas keluar sudah ditunggu salah satu oknum dan uang langsung diserahkan oleh kepala sekolah kepada oknum tersebut," kata tokoh tersebut.
Ia menyebut, uang itu masuk ke rekening sekolah dan uang itu diambil oleh bendahara dan kepala sekolah. Namun kenyataannya uang tersebut, langsung diminta semua oleh oknum yang memang sudah menunggu itu.
"Jadi kepala sekolah tersebut, cuma diberikan Rp500 ribu dari uang senilai Rp32 juta dari BOS Afirmasi pendukung alat kantor atau alat belajar di salah satu sekolah wilayah Wonosobo Tanggamus," jelasnya.
Selanjutnya, terkait papan plang sekolah, memang semua terpasang di sekolah, namun diduga adanya markup dan pengondisian. Pasalnya dari SPJ Rp4,7 Juta persekolah. Namun hasil croscek tempat bengkel pembuatan plang sejenis hanya menghabiskan kisaran harga Rp1,5 juta sampai dengan Rp1,7 juta.
"Pada pengadaan plang sekolah juga diduga ada markup anggaran dan pengondisian. Sehingga kepala sekolan tidak diberi kebebasan memesan sendiri," bebernya.
Untuk dugaan dua item tersebut, ia berharap BPKP, Polda Lampung dan Kejaksaan Tinggi dapat mendalami informasi tersebut sehingga perkara dugaan korupsi BOS Afirmasi demi kemajuan sekolah dapat tuntas.
"Harapannya, pemangku kepentingan dapat melihat kembali item-item yang diduga di markup atas dugaan pengkondisian itu yaitu pengadaan Laptop/Notebook dan papan plang sekolah," tandasnya.
Sebelumnya ditulis, Kejaksaaan Tinggi (Kejati) Lampung telah menerima empat tersangka dan barang bukti dari penyidik Polda Lampung perkara tindak pidana korupsi Dana Bos Afirmasi dan Bos Kinerja SD dan SMP se-Kabupaten Tanggamus pada pengadaan Meubelair yang bersumber dari Dana APBN tahun 2020 yang terjadi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.
Menurut Kasipenkum Kejati Lampung Ricky Ramadan, dugaan Tipikor ini dilakukan oleh tersangka DA bersama-sama dengan MU, AR dan PE. Kejadian pada periode Oktober 2020 sampai dengan 31 Desember 2020, sebanyak 170 sekolah penerima dana BOS Afirmasi dan BOS Kinerja tahun anggaran 2020 memesan Meubelair melalui akun SIPLah masing-masing sekolah dengan cara meng klik link yang telah di bagikan, dimana link tersebut langsung mengarahkan pada Meubelair di toko yang telah ditentukan dengan harga sebesar Rp23.000.000,00.
"Sehingga kepala sekolah tidak dapat membandingkan harga dan jenis-jenis barang meubelair dengan toko lain di aplikasi SIPLah," kata Ricky Ramadan dalam keterangan tertulisnya, Rabu 17 Januari 2024.
Dijelaskan Ricky, para tersangka dan barang bukti telah diterima Kejati Lampung dan terhadap para tersangka dilakukan penahanan selanjutnya diteruskan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanggamus untuk segera dilimpahkan ke pengadilan Tipikor Bandar Lampung.
Mereka dijerat dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kasus tersebut bergulir paska Penyidik Tipikor Polres Tanggamus mulai memanggil sejumlah Kepala Sekolah (Kepsek) SD dan SMP di Kabupaten Tanggamus guna pengumpulan bahan keterangan terkait dugaan markup atau penggelembungan anggaran tersebut, sejak Agustus 2021.
Kasus itu naik ke tahap penyidikan setelah penyidik Polres Tanggamus telah mengantongi dua alat bukti terkait dugaan korupsi markup pengadaan barang dan jasa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) aflrmasi Kabupaten Tanggamus tahun 2020.
Kenaikan status perkara ini dari penyelidikan ke penyidikkan belum disertai penetapan tersangka. Kasus tersebut selanjutnya ditangani Polda Lampung.
Dari beberapa saksi-saksi yang telah dimintai keterangan oleh penyidik, ada nama mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanggamus, AD, dan H, yang merupakan oknum PBJ atau pengadaan barang dan jasa di sekolah. H ini merupakan anak seorang oknum pejabat Dinas Pendidikan Tanggamus.
AD yang saat itu pada tahun 2021 menjadi Kepala Dinas Pendidikan, diduga kuat mengarahkan sekolah penerima BOS Afirmasi tahun 2020 dalam pembelian barang ke salah satu vendor, sehingga terjadinya markup dan barang tidak sesuai spesifikasi.
Modus intervensi AD ini diduga dilakukan lewat sosialisasi BOS Afirmasi dengan mengundang kepala sekolah penerima BOS Afirmasi. Kegiatan ini dimanfaatkan untuk mengarahkan sekolah membeli semua komponen dan perangkat pada penyedia tertentu. Caranya dengan menawarkan dan menyodorkan nota pesanan kepada kepala sekolah yang hadir. (Tomi)
COMMENTS